February 20, 2009

KERIPIK PISANG KHAS BIREUEN

Ketika kita akan pulang berpergian ke suatu daerah atau berwisata, dalam benak kita tentu bertanya apa yang dapat kita bawa pulang oleh-oleh untuk sanak saudara yang kita tinggalkan di rumah. Bagi dunia wisata oleh-oleh merupakan salah satu unsur yang sangat penting. Biasanya, orang-orang akan mencari suatu yang khas dari suatu daerah sebagai oleh-oleh yang akan dibawa pulang. Oleh-oleh itu dapat berupa makanan, benda/barang atau yang lain. Selain sebagai tanda mata kepada sanak saudara/kerabat/tetangga, oleh-oleh juga dapat digunakan sebagai tanda kenangan dari suatu daerah.
Apabila kita ke Aceh, banyak oleh-oleh yang menjadi ciri khas dari daerah ini, mulai dari rencong, siwah, tas/dompet, hingga makanan. Masing-masing daerah memiliki ciri khas, misalnya Sabang terkenal dengan bakpia, Saree (Aceh Besar) terkenal dengan tape, Aceh Tengah dengan kopi, dan sebagainya. Tulisan ini akan membahas oleh-oleh yang khas dari Bireun.

Kripik Pisang Khas Bireun
Kalau anda ingin membeli dan membawa oleh-oleh khas dari Bireuen, maka hal itu tidak lain adalah keripik pisang. Yakni sejenis keripik tahan lama yang terbuat dari buah pisang gepok, pisang wak dan jenis lainnya kemudian digoreng dijadikan dua rasa, manis dan asin, serta beberapa jenis keripik lainnya, yakni sukun ubi kayu, dan ubu rambat.
Di kota Bireuen, mendapatkan oleh-oleh tersebut sangatlah mudah, karena tak perlu menempuh jarak lama dan tempat yang jauh dari jalan negara. Deretan kios penjual keripik berjejer rapi di depan eks Hotel Murni, depan terminal bus maupun depan Kantor Telkom Bireuen dan tempat lainnya di seputaran Kota Bireuen.
Para pengunjung atau pengguna kendaraan tinggal memarkirkan kendaraannya persis di jalan masuk terminal utama Bireuen, banyak gerobak-gerobak dan lapak (tempat jualan) tersedia di sepanjang jalan yang menyediakan beragam keripik. Letaknya yang strategis semakin tidak menyulitkan bagi pengguna kendaraan umum yang lazim menyempatkan diri untuk singgah sesaat memberi peluang kepada awak bus untuk membeli keripik.
Dengan pilihan rasa dan bentuk beragam, harga yang yang ditawarkan untuk masing-masing keripik tersebut bervariasi pula. Untuk jenis keripik pisang rasa manis dan asin per kilogram dijual dengan harga Rp. 14 ribu, harga tersebut diakui sejumlah pedagang tergolong tinggi mengingat harga minyak goreng sudah naik lagi. “Harga naik sedikit karena harga minyak dan kebutuhan lainnya juga meningkat”, kata Pak Muhammad.
Beberapa waktu lalu per kilogram harga keripik pisang bertahan pada Rp12 ribu per kilogram saja. Untuk jenis lainnya juga mengalami peningkatan harga. Jenis sukun sebelumnya per kilogram dijual dengan harga Rp 40 ribu, saat ini naik menjadi Rp 45-48 ribu /kg. Sedangkan jenis keripik ubi dari harga Rp 18 ribu per kg, kini terpaksa dijual dengan harga Rp 25 ribu. Namun untuk jenis ubi sedikit kurang diminati karena kota Saree Aceh Besar lebih dikenal sebagai daerah penghasil keripik ubi di Aceh.
Pak Muhammad menuturkan, kenaikan harga itu lazim terjadi ketika harga minyak naik dan minimnya bahan baku pembuat keripik yakni pisang dan sukun di pasaran serta ketersediaan tenaga kerja. “Biasanya industri keripik ini memakai beberapa tenaga kerja, ada sebagian menggoreng sendiri dan menjualnya di kios-kios, namun lebih banyak mengambil dari sejumlah tempat penggorengan keripik di seputaran kota Kota Bireuen,” kata Ibrahim, seorang pedagang keripik di depan terminal Bireuen.
Begitupun, harga yang dipatok saat ini tidak mengurangi minat konsumen mendapatkan oleh-oleh keripik. Banyak konsumen yang membeli puluhan kilogram keripik guna mereka jadikan sebagai buah tangan untuk kerabat, famili, maupun teman kerja di luar daerah Bireuen. Serta banyak pula konsumen yang berasal dari luar daerah menyempatkan diri untuk singgah guna membeli keripik-keripik tersebut.
Walaupun keripik menjadi makanan khas Bireuen, pedagang kadang-kadang tidak memperoleh untung lumayan, karena harga bahan baku maupun ongkos lainnya ikut naik. “Biasanya hasil penjualan setiap hari mencapai Rp 200.000 atau lebih sangat tergantung banyaknya pembeli,” kata Ibrahim. Keadaan yang dimaksud adalah moment tertentu, seperti dekat lebaran, event olahraga di Bireuen dan event-event lainnya.


Daftar Bacaan
“Serambi Indonesia”, Minggu 17 desember 2006, hal 1.

No comments: