February 19, 2009

Kajian-kajian tentang Islam di Nusantara

Oleh: Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo
(Baca: Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh-Badan Perpustakaan Prov. NAD)

Pada tahun 1913, C. Snouck Hurgronje salah seorang orientalis terkemuka bangsa Belanda yang juga menjabat sebagai penasehat tentang Urusan-Urusan Arab dan Bumiputra di Indonesia, menulis sebuah artikel tentang Islam di Hindia Belanda. Dalam artikel yang singkat dan padat itu, C.Snouck Hurgronye memberikan rumusan-rumusan tentang masalah, corak kehidupan, pandangan-pandangan tentang sejarah dan proses islamisasi di kepulauan Indonesia.
Berdasarkan atas beberapa sumber, seperti tulisan-tulisan pada batu nisan dan dari beberapa catatan perjalanan, diantaranya dari seorang Venezia yang bernama Marco Polo dalam abad ke XIII dan dari seorang Arab Ibn. Batutah dalam abad ke XIV, Snouck Hurgronje dengan begitu mudah berpendapat, bahwa agama Islam mulai masuk ke kepulauan Indonesia, kira-kira setengah abad sebelum kota Bagdad ditaklukkan oleh Raja Mongol Hulagu pada tahun 1258 M. Dan menurut Snouck pada mulanya belum ada kerajaan pribumi setempat yang ikut campur dalam kegiatan ini. Pengislaman atas kerajaan-kerajaan pantai di pulau-pulau seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau kecil lainnya, semata-mata atas usaha para pedagang yang datang dari kerajaan sebelah Barat (India muka).
Mereka ini merupakan pedagang tradisional yang sudah sejak lama sebelum lahirnya agama Islam sudah berdatangan dari India ke pulau-pulau di Indonesia. Setelah sebagian dari bangsa India memeluk agama Islam, maka orang-orang Islam dari India juga turut mengambil bagian dalam lalu lintas perdagangan ini, dan mereka inilah yang memasukkan agama Islam ke pulau-pulau tersebut. Jadi agama Islam yang mereka sebarkan itu, sebelumnya sudah mengalami proses penyesuaian dengan agama Hindu sehingga memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan agama Hindu campuran yang ada di pulau-pulau di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Sumatera.
Dalam perkembangannya, perluasan penyebaran agama Islam kemudian dilanjutkan oleh orang-orang setempat yang mendiami daerah-daerah pantai yang sudah Islam, ke pedalaman-pedalaman dan ke pulau-pulau yang berdekatan di sekitarnya. Penyebaran ini dilakukan dengan cara membentuk keluarga (perkawinan) seperti perkawinan antar keluarga raja, keluarga pedagang dan antar pedagang dengan penduduk setempat. Dalam hal ini oleh Snouck disebutkan, bahwa pedagang-pedagang/saudagar-saudagar Islam tinggal bersama-sama penduduk yang belum Islam di kota-kota pantai. Di sini mereka mencoba menciptakan lingkungan hidup baru, terutama lingkungan keluarga sendiri. Dan dalam hal ini tidak sulit bagi mereka untuk memperisterikan seorang wanita dari lingkungan setempat, akan tetapi untuk mengawininya secara syah mereka tidak dapat selama wanita itu belum Islam. Maka untuk ini terlebih dahulu mereka harus memasukkan wanita yang ingin dijadikan isterinya itu menjadi Islam. Dan dalam perkembangannya si isteri ini membujuk pula anggota keluarganya yang terdekat untuk mengikuti jejaknya itu. Hal ini dapat berjalan dengan mudah karena ada anggapan diantara mereka, bahwa pedagang-pedagang/saudagar-saudagar asing yang Islam itu lebih unggul dari mereka sendiri. Maka oleh karenanya mereka bangga menjadi anggota golongan para pendatang asing itu. Dan dalam perkembangannya kelompok ini makin lama makin meluas sehingga dengan cara demikian lambat laun terbentuknya desa-desa, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Islam.
Selain itu menurut Snouck, ada faktor lain lagi yang menguntungkan bagi kelanjutan penyebaran agama Islam sehingga dapat dengan cepat berkembang di Indonesia pada waktu itu. Yaitu faktor kondisi setempat, yang oleh Snouck digambarkan bahwa penduduk kepulauan ini pada waktu itu sebagian besar masih berada pada tingkat perkembangan rohaniah yang meskipun secara khusus sangat berbeda-beda tetapi pada hakekatnya masih sama rendahnya dengan bangsa Arab pada zaman Nabi Muhammad yang hingga kini masih terdapat pada sebagian penduduk di Afrika Tengah.
Sistem kasta dalam agama Hindu yang mengekang kebebasan rakyat jelata, sangat berbeda dengan sistem Islam yang memberi kebebasan penuh kepada kepribadian para penganutnya untuk berkembang sekehendaknya. Maka oleh karenanya dalam waktu yang tidak lama seluruh pulau Jawa dengan beberapa kecualian yang tidak berarti, menganut agama Islam dan mereka yang tidak melepaskan diri dari agama Hindu mengungsi ke pulau Bali.
Di pulau-pulau besar lainnya yang tidak padar penduduknya, proses pengislaman tersebut tidak berjalan secepat di pulau Jawa. Di sana mereka yang tinggal di daerah-daerah pedalaman seperti orang Batak di Sumatera, orang Dayak di Kalimantan dan orang Arafuru di Sulawesi dianggap oleh penguasa-penguasa Islam di kota-kota pantai, tetap merupakan jenis manusia yang rendah tingkatnya. Dan agama Islam dengan ajarannya tentang jihad menjadikan alasan yang tepat kepada penguasa-penguasa tersebut untuk melakukan penekanan terhadap mereka dan diusahakan agar mereka juga menjadi Islam.
Disebutkan juga oleh Snouck, sebagai kerajaan pertama di Hindia Belanda (Indonesia) yang menjadi Islam adalah kerajaan Pasai yang terletak di pantai Utara Sumatera (bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sekarang).
Setelah artikel yang terkenal itu diterbitkan maka timbul semacam kesepakatan pendapat atau kecenderungan di kalangan beberapa penulis dan sarjana serta ahli sejarah Barat pada umumnya dan Belanda khususnya, untuk menerima dan membenarkan pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh C.Snouck Hurgronye seperti tersebut di atas. Hal ini tercermin dari beberapa karya mereka yang menulis tentang sejarah Islam, terutama yang menyangkut dengan proses Islamisasi di Indonesia. Dalam perkembangannya semenjak dicetuskan hingga sekitar pertengahan abad ke XX, sebagian pendapat ini telah dilansir begitu saja baik oleh penulis-penulis asing maupun oleh penulis-penulis Indonesia sendiri. Oleh karenanya pendapat tersebut telah sempat mengisi sebagian besar lembaran-lembaran buku sejarah Indonesia, khususnya yang menyangkut tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia.

No comments: