January 22, 2009

Sejarah Mukim di Aceh (Bagian 2-Masa Belanda)

Oleh: Agus Budi Wibowo

Pada zaman Hindia Belanda, mukim tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Undang-undang lebih banyak mengatur pemerintahan desa. Pengaturan tentang mukim terdapat pada Besluit Van den Gouvernuer General Van Nederland Hindie 18 Nopember 1937 Nomor 8. Pengaturan pemerintahan desa pada zaman Hindia Belanda, tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang desa-desa. Penerapan kedudukan desa secara yuridis pertama kali diatur dalam pasal 71 regerringsreglement 1854 (Pasal 128 IS).
Dengan dasar ketentuan dalam RR tersebut, keluar ordonantie yang mengatur lebih jauh tentang pemerintahan desa, yakni ordonantie tanggal 3 Februari 1906 yang termuat di dalam staatsblat 1902, yang merupakan rangkuman terhadap ordonantie-ordonantie yang berlaku pada daerah-daerah di luar Jawa dan Madura. Pada prinsipnya, materi yang diatur di dalam setiap ordonantie itu adalah tentang susunan, kedudukan, hak-hak, serta kewajiban-kewajiban pemerintah desa. Hal itu disesuaikan dengan keadan-keadaan pada daerah yang bersangkutan.
Untuk Aceh kedua peraturan itu tidak pernah diberlakukan sebab tidak ada persekutuan hukum (gampong dan mukim) yang dianggap setara dengan desa menurut IGO atau IGOB. Yang ada dalam Rechtsreglement Buitengewesten Stbl. 1927, no. 227 pasal 324 menyebutkan bahwa untuk Aceh, kepala desa yang ditugaskan menjalankan kepolisian dan mengusut keterangan-keterangan adalah keuchiek dan imeum mukim. Kemudian secara khusus diatur pula tentang pemerintahan imeum mukim dalam Besluit Van den Gouvernuer General Van Nederland Hindie 18 Nopember 1937 Nomor 8 yang diubah adalah penamaan wilayahnya dengan sebutan “Imeum Schaap”, sedangkan pemimpin tetap disebut imeum mukim.
Pada masa berlakunya IGO dan IGOB, pernah ada usaha pemerintah Hindia Belanda untuk mengadakan evaluasi, yakni usaha untuk menyeragamkan secara keseluruhan peraturan yang mengatur tentang pemerintahan desa. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengajukan Rancangan Desa Ordonantie oleh Pemerintah Hindia Belanda pada Volksraad, pada tanggal 23 Januari 1941 ditetapkan dengan Stbl. 1941 No. 356 tertanggal 2 Agustus 1941 ditetapkan Desa Ordonantie, yang secara materiil isinya berbeda dengan ordonantie-ordonantie lama.
Dalam desa ordonantie ini, dikandung suatu prinsip bahwa desa diberikan kebebasan suatu prinsip bahwa desa-desa diberikan kebebasan untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing desa, dan desa tidak lagi dikekang dengan berbagai peraturan, sehingga menghambat perkembangan desa itu.Namun dengan berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda yakni dengan masuknya bala tentara Jepang pada tahun 1942 ke Indonesia, Desa Ordonantie yang telah ditetapkan oleh Volksraad tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sehingga upaya penyeragaman peraturan yang mengatur tentang desa tidak terealisasi.

No comments: