January 22, 2009

Masjid Baiturrahman Banda Aceh







Mesjid Raya Baiturrahman merupakan mesjid yang terbesar dan termegah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mesjid ini mempunyai arsitektur yang indah dan terletak di pusat kota. Mesjid Raya Baiturrahman tidak sekedar berfungsi sebagai sebuah tempat religius semata, tetapi juga mempunyai makna yang mendalam bagi masyrakat Aceh berkaitan dengan sejarah pendudukan Belanda di daerah ini. Ketika Belanda belum menduduki Aceh, mesjid ini dipergunakan oleh pejuang-pejuang Aceh sebagai markas pertahanan mereka.
Sebelum wujudnya yang seperti sekarang, beberapa tulisan tentang sejarah mesjid raya Baiturrahaman me-nyebutkan bahwa mesjid ini mulai dibangun pada masa Kerajaan Aceh di-perintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Namun ada pula yang men-sinyalir bahwa mesjid ini dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Mahmud Syah pada tahun 1292 (621H). Perluasan mesjid juga dilakukan kembali pada masa pemerintahan Nakiatuddin Khinayat Syah pada tahun 1675 - 1678 M.
Banyak orang tua di Aceh menyebutkan bahwa bentuk bangunan Mesjid Raya Baiturrahman ketika itu berkonstruksi kayu, beratapkan daun rumbia, dan berlantaikan tanah liat yang rata dan mengeras menyerupai semen setelah kering. Para jamaah menggunakan tikar dari daun pandan untuk menutupi lantai mesjid sebagai alas. Bentuk atap menyerupai belah kerucut dan berlapis tiga buah dengan kemiringan sekitar 30 derajat.
Tercatat dalam sejarah mesjid Baiturrahman dua kali dibakar oleh Belanda. Pertama, pada tanggal 10 April 1873 dan dalam pertempuran ini Mayor Jenderal J.H.R Kohler tewas, di depan mesjid tersebut, yaitu di bawah sebatang pohon geulumpang, yang belakangan oleh orang Belanda menamakannya dengan Kohler Boom.
Kedua, pada tanggal 6 Januari 1874 meskipun mesjid dipertahankan mati-matian oleh seluruh rakyat Aceh, tetapi karena keterbatasan dan kesederhanaan persenjataan akhir-nya mesjid ini jatuh kembali ke tangan Belanda. Mesjid ini tidak saja jatuh ke tangan musuh, tetapi juga habis dibakar. Tidak lama kemudian Belanda mengumumkan bahwa Aceh sudah berhasil ditaklukkan.
Empat tahun kemudian tepatnya pada pertengahan bulan Safar 1294 H (awal Maret 1877) dengan mengingat janji Van Swieten dulu, Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Mesjid Raya Baiturrahman pada lokasi yang sama. Kemudian, pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 pembangunan kembali mesjid ini dimulai dilakukan oleh Gubernur Jenderal Van Der Hejden. Peletakan batu pertama diwakili oleh Teungku Qadli Malikul Adil dan disaksikan oleh rakyat Aceh yang berada di sekitar masjid saat itu. Pada tanggal 24 Safar 1299 H atau 27 Desember 1881 M, pembangunan mesjid ini dinyata-kan selesai dan dapat dipergunakan oleh rakyat Aceh.
Arsitek pembangunan mesjid ini adalah seorang Belanda bernama Bruins dari Departemen van Burgelijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum) di Batavia. Untuk urusan keagamaan diminta bantuan kepada penghulu besar Garut agar polanya tidak bertentangan dengan aturan-aturan dalam agama Islam. Bangunan ini diborong oleh seorang Cina yang bernama Lie A Sie (seorang Letnan orang Cina yang berkedudukan di Banda Aceh pada waktu itu). Material untuk membangun mesjid ini sebagian didatangkan dari Pulau Pinang, batu marmer dari negeri Cina, besi untuk jendela dari Belgia, kayu dari Birma dan tiang-tiang besi dari Surabaya.
Mesjid Baiturrahman selesai dibangun pada tahun 1881 itu mempunyai sebuah kubah. Pada tahun 1936 oleh Residen Y. Jongejans mesjid ini ditambah lagi dua buah, yaitu bagian kanan dan kiri mesjid, sehingga menjadi tiga kubah. Biaya perluasan ini adalah 35.000 gulden dengan arsiteknya Ir. Mohammad Thaher (seorang putra Aceh) dan dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (BOW). Pada masa kemerdekaan di tahun 1958 di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Hasjmy mesjid ini kembali diperluas menjadi lima kubah dan ditambah dengan dua buah menara di sampingnya, sehingga bisa menampung 10.000 jamaah. Pelaksanaan perluasan Mesjid Raya Baiturrahman diserahkan kepada N.V. Zein dari Jakarta. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Menteri Agama Republik Indonesia K.H. M. Ilyas pada hari Sabtu 1 Shafar 1387 bertepatan dengan tanggal 16 Agustus 1958. Perluasan ini bertambah dua buah lagi dan dua menara sebelah utara dan selatan. Dengan demikian, Mesjid Raya Baiturrahman mempunyai lima buah kubah dan dua menara. Perluasan ini selesai pada tahun 1967.
Saat ini, tepat di depan mesjid ini terdapat Menara Tugu Modal. Menara/Tugu modal merupakan sebuah menara sebagai monumen bahwa Aceh pernah dinyatakan sebagai Daerah Modal di dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Menara terdiri dari enam lantai yang dapat dicapai melalui lift maupun tangga biasa.

No comments: